๐ง LXC vs VM vs Docker: Pengalaman Saya Menjalankan Ketiganya di Homelab

๐ Pendahuluan
Sejak saya membangun homelab sendiri, saya sering mendengar tiga istilah ini berseliweran:
VM (Virtual Machine), LXC (Linux Container), dan Docker
Awalnya saya bingung โ ketiganya bisa menjalankan sistem atau aplikasi, tapi bedanya apa? Mana yang lebih ringan? Mana yang lebih cocok buat server saya?
Setelah beberapa tahun bereksperimen di Proxmox, Docker, dan LXC container, kini saya sudah lebih paham.
Artikel ini adalah cerita saya tentang bagaimana saya menggunakan ketiganya, apa kelebihan dan kekurangannya, dan kapan saya memilih salah satu dari mereka.
โ๏ธ Sekilas Perbedaan Teknis
Teknologi | Deskripsi Singkat |
---|---|
VM (Virtual Machine) | Mesin virtual penuh, dengan kernel sendiri dan sistem operasi utuh. |
LXC (Linux Container) | Container ringan berbasis kernel host. Mirip VM, tapi tanpa overhead kernel. |
Docker | Container aplikasi tingkat atas, fokus pada satu proses/app dalam environment terisolasi. |
๐งฐ 1. Virtual Machine (VM)
๐ Apa Itu VM?
VM adalah lingkungan komputasi virtual lengkap. Di dalamnya, saya bisa install sistem operasi seperti Ubuntu, Windows, atau Debian, seolah-olah itu adalah komputer fisik baru.
Saya pertama kali mengenal VM saat install Proxmox di server x86_64 saya. Saya membuat:
- VM Ubuntu Server untuk Nextcloud
- VM Windows untuk testing iSpy surveillance
- VM Debian untuk server eksperimen


โ Kelebihan VM
Kelebihan | Penjelasan |
---|---|
๐งฑ Isolasi penuh | Setiap VM punya kernel dan file system sendiri |
๐ง Fleksibel | Bisa install sistem operasi apa pun, bahkan Windows |
๐ Keamanan lebih tinggi | Karena tidak share kernel dengan host |
๐ Cocok untuk public exposure | Aman digunakan untuk aplikasi yang diakses dari internet |
โ Kekurangan VM
Kekurangan | Penjelasan |
---|---|
๐ Berat | Butuh RAM dan storage besar untuk tiap instance |
๐ Booting lambat | Sama seperti komputer biasa |
โก Overhead tinggi | Kernel + OS tamu memakan resource besar |
๐ Snapshot besar | Backup dan restore lebih lambat dibanding container |
๐ Kapan Saya Gunakan VM?
Saya gunakan VM ketika:
- Ingin sistem operasi yang berbeda (Windows, FreeBSD)
- Butuh fitur penuh seperti GUI
- Menjalankan aplikasi besar (Nextcloud, surveillance, testing Windows apps)
- Butuh isolasi maksimal atau firewall mandiri
๐ช 2. LXC (Linux Container)
๐ Apa Itu LXC?
LXC adalah teknologi container ringan berbasis Linux namespaces dan cgroups. Mirip Docker, tapi bisa menjalankan satu OS Linux utuh.
Di Proxmox, LXC adalah pilihan paling hemat untuk menjalankan sistem seperti:
- Web server Nginx
- Samba file server
- Monitoring agent (Prometheus exporter)


โ Kelebihan LXC
Kelebihan | Penjelasan |
---|---|
โก Super ringan | Boot instan, RAM rendah, storage kecil |
๐ Snapshot cepat | Backup dan restore dalam hitungan detik |
๐ง Akses penuh | Bisa masuk shell seperti mesin sendiri |
๐ฆ Bisa jalankan systemd | Berbeda dengan Docker yang kadang repot dengan systemd |
โ Kekurangan LXC
Kekurangan | Penjelasan |
---|---|
๐ Share kernel dengan host | Risiko security jika ada exploit kernel |
๐งฉ Kurang cocok untuk aplikasi non-Linux | Tidak bisa jalankan Windows atau OS lain |
โ ๏ธ Tidak cocok untuk akses publik langsung | Perlu tambahan firewall eksternal untuk keamanan |
๐ Kapan Saya Gunakan LXC?
Saya pakai LXC ketika:
- Ingin server ringan dan cepat (Uptime Kuma, ntfy, Gitea)
- Tidak perlu sistem operasi penuh
- Butuh sistem Linux kecil yang bisa diakses shell-nya
- Ingin backup cepat, cloning cepat, efisiensi tinggi
๐ณ 3. Docker Container
๐ Apa Itu Docker?
Docker adalah container berbasis aplikasi. Fokusnya bukan pada sistem operasi, tapi pada proses tunggal seperti:
- Web server
- Database
- App backend
Saya menggunakan Docker sejak mulai main DevOps. Sekarang, hampir semua layanan di homelab ARM64 saya jalan di Docker:
- File Browser
- Pi-hole
- Gitea
- Watchtower
- Portainer

โ Kelebihan Docker
Kelebihan | Penjelasan |
---|---|
โ๏ธ Modular | Setiap app dalam container terpisah |
๐ Cepat & portable | Deploy cukup pakai docker-compose up -d |
๐งฑ Isolasi cukup baik | Aplikasi tidak saling mengganggu |
๐งช Ideal untuk Dev/Test | Bisa rollback dan rebuild dengan mudah |
๐ Otomatisasi mudah | Integrasi dengan CI/CD, Ansible, dsb |
โ Kekurangan Docker
Kekurangan | Penjelasan |
---|---|
๐ Tidak punya init system (systemd) | Tidak cocok untuk aplikasi yang butuh full OS |
๐ Error bisa tersembunyi di dalam container | Debug lebih sulit |
๐ Perlu setup tambahan untuk keamanan | Tidak aman jika langsung expose Docker tanpa proxy |
๐ง Learning curve cukup tinggi | Harus paham Dockerfile, compose, network, volume, dsb |
๐ Kapan Saya Gunakan Docker?
Saya pilih Docker ketika:
- Menjalankan aplikasi ringan atau stateless
- Ingin otomatisasi dan deployment cepat
- Menjalankan banyak aplikasi dalam satu host
- Butuh fleksibilitas dan portability tinggi
โ๏ธ Perbandingan Langsung
Fitur | VM (KVM) | LXC | Docker |
---|---|---|---|
Isolasi | Paling kuat | Cukup aman | Sedang |
Resource usage | Berat | Ringan | Sangat ringan |
Boot time | Lambat | Cepat | Instan |
OS support | Semua OS | Linux only | Linux only |
Ideal untuk | OS penuh, GUI | Server ringan | Aplikasi/service |
Network setup | Manual | Mudah | Kompleks |
Security | Tinggi | Menengah | Menengah |
Backup/restore | Besar & lambat | Cepat & kecil | Cepat |
Learning curve | Mudah | Mudah | Sedang/sulit |
๐ง Pengalaman Pribadi & Kombinasi Favorit
Selama bertahun-tahun, saya menyadari bahwa tidak ada satu solusi yang paling unggul untuk semua skenario.
๐ Kombinasi favorit saya di homelab:
- VM (KVM): Untuk OS besar, GUI, testing Windows, atau jaringan terisolasi
- LXC: Untuk server ringan (DNS, file server, API internal, exporter)
- Docker: Untuk semua stack berbasis microservice (ntfy, Gitea, media tools, automation)
๐ช Trik Saya:
- Reverse proxy semua akses ke satu endpoint (
*.lan
) via NGINX Proxy Manager - Gunakan Pi-hole untuk DNS lokal
- Gunakan Proxmox snapshot untuk VM & LXC
- Gunakan
watchtower
untuk auto-update container Docker
๐ฏ Kesimpulan
๐ฉ Gunakan VM jika kamu:
- Butuh full OS (Ubuntu, Windows, FreeBSD)
- Butuh performa isolasi tinggi
- Ingin mengakses GUI atau remote desktop
๐จ Gunakan LXC jika kamu:
- Ingin layanan ringan dan cepat deploy
- Ingin fitur sistem Linux penuh (systemd, apt)
- Butuh efisiensi tinggi di resource rendah
๐ฆ Gunakan Docker jika kamu:
- Menjalankan aplikasi berbasis web/microservice
- Suka automation dan CI/CD
- Ingin mudah migrasi atau backup
๐ฌ Penutup
Saya tidak lagi melihat VM, LXC, dan Docker sebagai rival โ tapi sebagai alat yang saling melengkapi.
Di dunia homelab, bukan soal "mana yang terbaik",
tapi "mana yang paling sesuai untuk kebutuhan spesifikmu."
Dengan memahami kekuatan masing-masing, kita bisa:
- Bangun sistem yang efisien
- Minimkan overhead
- Maksimalkan fleksibilitas dan kontrol